Sekolah Lapang Bagi Petani: Menjelajah Sawah Sambil Belajar Tentang Agensia Hayati dan Praktik Penanganan Hama Padi

Klaten – Gita Pertiwi gelar sekolah lapang di dua desa yaitu Desa Wangen dan Desa Pundungan. Sekolah lapang di Desa Wangen diikuti oleh petani dari Gapoktan Sidodadi, sedangkan sekolah lapang di Desa Pundungan diikuti oleh petani-petani dan KWT di sekitar desa. Sekolah lapang dilakukan untuk memonitoring lahan dan pembelajaran bagi petani tentang praktik baik yang sudah dilakukan dalam budidaya pertanian sehat.

Antuasiaas peserta terlihat saat menjelajahi sawah dalam mengamati tanaman padi dan melakukan praktik budidaya sehat yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Petani di Desa Wangen dan Desa Pundungan yang berlokasi di Kabupaten Klaten menjadi sasaran sekolah lapang karena sudah menjadi kelompok dampingan Gita Pertiwi dan menerapkan budidaya sehat. Kedua desa tersebut menjadi tampat belajar para petani dengan lahan demplot (percontohan) untuk budidaya sehat yang telah dilakukan. Sehingga menjadi daya Tarik bagi petani lain agar meniru praktik baik tersebut. Diawali dengan pembekalan singkat singkat, para petani langsung terjun ke lahan sawah untuk mencoba teknologi baru yang diperkenalkan, seperti jarak tanam yang lebih teratur, penggunaan pupuk organik, dan belajar fungsi agensia hayati dalam pengendalian hama terpadu. Petani menjelajahi peran agen hayati sawah dalam mengendalikan penyakit tanaman dan hama serangga. Kegiatan ini diawali dengan pengenalan berbagai jenis agen hayati seperti predator, parasitoid, dan patogen yang membantu menjaga keseimbangan agroekosistem.

Hasil pengamatan petani Desa Wangen dengan umur padi 55 hari setelah tanam (HST) menemukan beberapa agensia hayati seperti capung dan tomket. Selain itu, ditemukan beberapa hama yang menyerang tanaman padi seperti tikus dan klaper. Rati sebagai fasilitator program Sustainable Agriculture dari Gita Pertiwimengatakan antusias petani sangat tinggi untuk mengetahui siapa saja aktor agensia hayati dan hama yang sedang menyerang padi.

“Pengamatan pertama dilakukan di desa Wangen di lahan demplot, diikuti oleh 9 orang pada fase bunting (55 HST), hasil pengamatan dimana pertumbuhan tanaman bagus, ditemukan bekas serangan hama tikus di beberapa titik, ada musuh alami seperti capung dan tomket, ada hama klaper dan telur klaper yang menyerang tanaman.”

Rati juga menjelaskan dengan kondisi lahan di demplot yang seperti itu petani sekolah lapang diberikan pembekalan untuk mengatasi dengan pemberian nutrisi dan penanggulangan dengan pestisida nabati.

“Dari kondisi tersebut petani kami ajak untuk melakukan rencana tindak lanjut dengan penyemprotan nutrisi untuk pertumbungan tanaman dan pestisida nabati dengan bahan buah mojo” Ungkap Rati

Rati menjelaskan bagaimana memanfaatkan pestisida nabati  ini secara efektif, dengan menekankan pentingnya menjaga keragaman hayati di sekitar lahan pertanian.

Sedangkan pengamatan yang dilakukan saat sekolah lapang di Desa Pundungan dengan umur padi 60 HST menemukan lebih banyak agensia hayati seperti laba-laba, kumbang helm, capung, tomket. Selain itu, banyak hama yang ditemukan dan beberapa serangan penyakit.

“Pengamatan kedua dilakukan di desa Pundungan di lahan demplot pada fase bunting (60HST), hasil pengamatan adalah pertumbuhan tanaman bagus dengan anakan antara 20-30 batang, ada musuh alami seperti laba-laba, kumbang helm, capung, dan tomket sebagai agensia hayati, ditemukan juga hama tikus, keong, dan ulat, penyakit tanaman hawar daun, dan kondisi lahan banyak gulma.” Jelas Rati.

Melihat hal tersebut Rati menyampaikan berbagai informasi terhadap temuan di lahan sawah mereka sehingga terjadi getok tular. Rencana tidak lanjut dari hasil pengamatan juga diberikan kepada petani dengan penyiangan tanaman, penyemprotan POC, dan aplikasi kompos plus. Kegiatan ini tidak hanya memperkaya pengetahuan teknis petani, namun juga memperkuat komunitas petani lokal, dengan harapan dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan secara berkelanjutan.

Share: