Pestisida Kimia: Nyata Membahayakan Kesehatan, Tetapi Masih Diperjualbelikan

Surakarta – Pestisida adalah bahan kimia telah melekat menjadi bagian dari proses budidaya pertanian modern, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Meskipun pestisida dianggap membantu meningkatkan hasil pertanian, penggunaannya yang tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan manusia dan ekosistem lingkungan. Berbagai kasus pencemaran akibat pestisida terhadap kesehatan sudah banyak terjadi di berbagai wilayah diseluruh dunia termasuk Indonesia.

Seperti yang terjadi pada tahun 2017, lebih dari 800 petani di India dirawat di rumah sakit setelah terpapar pestisida organofosfat yang beracun. Bahkan badan dunia PBB menyatakan bahwa penggunaan pestisida kimia berbahaya telah berkontribusi pada penurunan populasi serangga dan satwa liar, dengan lebih dari 40% spesies serangga terancam punah.  

Penggunaan pestisida telah menyebabkan peningkatan kasus keracunan di kalangan petani. Menurut Kementerian Kesehatan RI, ribuan kasus keracunan pestisida dilaporkan setiap tahun, dengan beberapa kasus berujung pada kematian. Dampak kesehatan yang dialami oleh petani meliputi gangguan neurologis, masalah pernapasan, dan peningkatan risiko kanker. Beberapa Studi juga membeberkan fakta bahwa anak-anak yang tinggal di dekat lahan pertanian yang menggunakan pestisida mengalami gangguan perkembangan dan masalah neurologis.

Gambar. Dampak Pestisida Pada Anak di Brebes
Sumber: Hasil Penelitian Prof. Dr. dr. Suhartono Damas M.Kes

Meskipun begitu, sebagai negara agraris yang besar menurut FAO (Food and Agriculture Organization) Indonesia adalah salah satu negara penghasil pertanian yang penggunaan pestisida mencapai 283 kiloton pada tahun 2021, kondisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai 3 negara pengguna pestisida terbesar setelah Brazil dan Amerika Serikat serta menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Jenis pestisida yang terbanyak digunakan adalah insektisida, herbisida, dan fungisida. Pestisida sendiri termasuk dalam kategori B3 atau bahan beracun dan berbahaya yang penggunaannya memiliki aturan yang dibatasi, bahkan izin edarnya sangat ketat. Di Indonesia ada prosedur perijinan produksi pestisida, tingginya penggunaan pestisida, membuat ijin pestisida selalu meningkat dari tahun ke tahun seperti table berikut ini.

Jumlah Merek Dagang Pestisida Pertanian dan Perkebunan
Sumber : Direktorat Pupuk Dan Pestisida tahun 2022

Masih tingginya penggunaan pestisida oleh masyarakat Indonesia menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan keamanan pangan, kesehatan masyarakat, dan keseimbangan ekosistem lingkungan. Pestisida yang banyak digunakan dapat mencemari ekosistem melalui berbagai cara. Pencemaran air dapat terjadi karena pestisida terbawa oleh air hujan atau meresap ke dalam tanah, sehingga berpotensi mencemari sumber air manusia dan pertanian. Selain itu, pestisida yang masuk ke dalam tanah dapat merusak struktur dan kesuburan tanah serta menurunkan keanekaragaman mikroorganisme tanah yang menunjang pertumbuhan tanaman. Polusi udara juga terjadi ketika pestisida disemprotkan sehingga menyebabkan bahan kimia menyebar ke udara dan membahayakan kesehatan manusia dan organisme lain di sekitar area pertanian. Residu pestisida yang menempel pada sayuran dapat terkonsumsi manusia.

Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap penggunaan pestisida yang aman dan berkelanjutan, Gita Pertiwi bersama Nexus3 menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terbatas. Kegiatan ini dihadiri oleh Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, akademisi dan peneliti, pemerintah daerah,dan organisasi masyarakat sipil. Dengan tema “Meningkatkan Keselamatan dan Keamanan Penggunaan Pestisida di Indonesia”, kegiatan FGD ini bertujuan untuk menghimpun pendapat dan saran dari berbagai pihak terkait kebijakan dalam rangka pengawasan penggunaan pestisida dalam rangka mewujudkan pangan yang aman dan berkelanjutan.

Gita Pertiwi dan Nexus3 Foundation, merupakan organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang bekerja sama dalam mengadvokasi dan mengampanyekan isu pengurangan pestisida di Indonesia. Saat ini, beberapa jenis pestisida yang sangat berbahaya (HHP), seperti Dichlorvos dan Klorpirifos, masih banyak digunakan di Indonesia, meskipun telah dilarang secara global. Di Indonesia, Klorpirifos hanya dilarang terbatas untuk rumah tangga, namun diijinkan digunakan di pertanian. Cukup banyak pestisida yang tergolong berbahaya beredar luas di pasaran. Mengingat pentingnya sektor pertanian bagi perekonomian Indonesia, mayoritas petani masih sangat bergantung pada pestisida untuk mengendalikan serangan hama penyakit di lahan pertanian dan juga rumput di areal perkebunan. Peran Pemerintah sangat penting dalam pembentukan regulasi pestisida di Indonesia, juga dukungan dari pelaku industri dan organisasi masyarakat. Oleh karena itu, diskusi multistakeholder penting dilakukan untuk menyalurkan berbagai perspektif dalam mendorong penyelesaian permasalahan penggunaan pestisida berbahaya yang masih tinggi di kalangan masyarakat.

Berbagai materi diberikan oleh narasumber terkait dengan kebijakan penggunaan pestisida hingga dampak negatif yang diakibatkan oleh pestisida bagi kesehatan masyarakat. Dalam diskusi ini, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup yaitu Dr. Ir Haruki Agustina M.Sc dan perwakilan Kementerian Pertanian yaitu Lolitha Tasik Taparan, S.Si., M.Sc menerangkan terkait dengan regulasi peredaran dan penggunaan pestisida di Indonesia. Kedua narasumber memberikan pemahaman regulasi dan kebijakan dalam regulasi dan pengawasan pestisida saat ini. Di Indonesia sendiri aturan penggunaan, pencegahan, perizinan dagang, dan pengawasan sudah diatur pemerintah 0leh Kementrian Pertanian (Permen No. 7 tahun 1973), KLH (PP No. 74 tahun 2001), Kementrian Perdagangan (Permendag No 7 tahun 2022), dan Kemenkes (Permenkes No 258 tahun 1992). Pengawasan pestisida di pertanian dan perkebunan selama ini menjadi tugas dalam struktur Kementrian Pertanian. Sedangkan pestisida rumah tangga yang mendapatkan ijin edar dari Komisi Pestisida, pengawasannya dibawah kementrian Kesehatan.

Gambar. Pemberian Materi Oleh Narasumber Dalam Kegiatan FGD Pestisida
Sumber: Dokumentasi Gita Pertiwi

Paparan dari Prof. Dr. dr. Suhartono Damas M.Kes terkait dengan dampak pestisida terhadap Kesehatan ibu dan anak. Pada penelitian yang dilakukan pada petani di Kabupaten Brebes dan Malang itu membeberkan fakta bahwa pestisida dapat mempengaruhi menurunnya imunitas tubuh dan mengganggu fungsi kerja kelenjar tiroid. Akibatnya dapat memperlambat pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh terutama untuk anak dapat berakibat pada stunting dan pertumbuhan tulang terganggu. Profesor Suhartono juga menerangkan bahwa kasus stunting dan gangguan fungsi tiroid banyak ditemukan pada anak di daerah pertanian yang tinggi penggunaan pestisidanya. Bahkan pestisida juga ditemukan pada urine beberapa anak, terutama yang sering ikut dalam kegiatan budidaya.

“Penguatan dan ketegasan kebijakan penggunaan pestisida ini perlu dilakukan melihat dampak negatif pestisida yang ditimbulkan. Seperti yang disampaikan Profesor Suhartono pada FGD Pestisida ini dimana penggunaan pestisida dapat mempengaruhi sistem imun dan metabolisme tubuh sehingga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan tubuh anak. Hal tersebut juga berdampak pada kasus stunting pada anak-anak. Penemuannya mengungkapkan bahwa wanita subur dan anak yang terpapar pestisida baik secara langsung atau tidak langsung (hasil panen, cemaran pestisida di air maupun tanah, dan paparan) akan mengganggu kinerja enzim tiroid yang banyak di temukan pada daerah pertanian dari riset yang dilakukan di Kabupaten Brebes dan Malang.” Jelasnya.

Gambar. Diskusi Dalam Kegiatan FGD Pestisida
Sumber: Dokumentasi Gita Pertiwi

Sementara itu Dinas Perdagangan Kota Surakarta Handoko SE, MAP memberikan informasi bahwa pengawasan penggunaan pestisida secara menyeluruh di awasi oleh Kementerian Pertanian, tetapi dalam upaya kolaborasi Dinas Perdagangan dapat melakukan kolaborasi dalam mengawasi dan menekan jual-beli pestisida baik yang melalui kios ataupun onlineshop. Handoko juga menjelaskan perlu ada kolaborasi lagi dalam melaukan riset ataupun pengawasan terhadap dampak pestisida bagi Kesehatan, lingkungan, dan perubahan pola piker masyarakat.

Dalam diskusi yang dilakukan, pemerintah, akademisi dan masyarakat harus melakukan pencegahan penggunaan pestisida kimia, dengan tidak hanya mengurangi penggunaan tetapi juga berhenti dan beralih pada penggunaan bahan alami yang ramah lingkungan. Selain itu, perlu adanya penegakan pengawasan dan penegakan hukum untuk mengatasi perdagangan bebas pestisida ilegal dan meningkatkan pengawasan distribusi, termasuk penegakan kode etik oleh perusahaan pestisida. “Selain itu penggunaan pestisida harus memperhatikan prinsip keamanan dan keselamatan petani. Sehingga pestisida kimia yang merupakan bahan B3 harus dilarang keras agar tidak digunakan dan beralih pada bahan alami serta penggunaan bahan-bahan yang lebih organik dan ramah lingkungan. Pestisida rumah tangga juga perlu diatur dalam regulasi pemerintah agar penggunaannya dapat diatur dan tidak membahayakan dan mencemari limgkungan.” Jelas Profesor Supriyadi sebagai salah satu peserta diskusi dari Universitas Sebelas Maret, yang telah membuktikan pertanian tanpa pestisida baik pada tanaman bawang merah di Brebes, Tanaman lainnya di Klaten dan berbagai wilayah.

Melalui kegiatan diskusi yang dilakukan ini bertujuan untuk mendorong adanya advokasi kebijakan yang lebih kuat dari pemerintah dan meningkatkan kesadaran bersama bahwa penggunaan pestisida yang digunakan masif berdampak negatif pada Kesehatan dan lingkungan.

Daftar Pustaka:

BBC. (2017). Insiden Keracunan Pestisida Organofosfat pada Petani di India. British Broadcasting Corporation.

Environmental Protection Agency (EPA). (n.d.). Laporan Pengujian Residu Pestisida pada Sumur di Area Pertanian.

Food and Agriculture Organization (FAO). (2021). Laporan Penggunaan Pestisida Kimia di Asia.

The News Time. diakses pada 2025

Informasi penulis:

Alfian Khamal Mustafa

Yayasan Gita Pertiwi (IG: @yayasangitapertiwi) (Web: www.gitapertiwi.org)

Share: