Kota Cerdas Pangan: Pilar Menjaga Sistem Pangan Berkelanjutan di Indonesia
Surakarta – Indonesia saat ini tengah membenahi system ketahanan dan keamanan pangan yang berkonsep pada terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang kualitas, aman, merata, terjangkau dan berkelanjutan dengan pengelolaan sisa dan susut pangan. Banyak kasus disebabkan sistem pangan yang belum berkelanjutan seperti keracunan, kurangnya pemenuhan gizi, hingga perubahan iklim.
Foodreview Indonesia menjelaskan sekitar dua juta orang di dunia meninggal setiap tahunnya akibat permasalahan keamanan pangan. Sedangkan dari segi ekonomi, keamanan pangan telah mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 100 hingga 299 triliun pertahunnya. Tidak hanya itu, menurut BPOM pada tahun 2019, terdapat sebanyak 6.205 data kasus keracunan yang dilaporkan oleh 257 rumah sakit di Indonesia yang diakibatkan oleh berbagai penyebab, yaitu binatang (47,34%); minuman (13,19%); obat (9,92%); makanan (7,63%); dan kimia (7,01%). Secara lebih spesifik, kelompok penyebab keracunan yang diakibatkan oleh makanan paling banyak terjadi karena pangan olahan rumah tangga. Disisi lain, kondisi sampah pangan di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Pada tahun 2019, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan tingkat food waste tertinggi di dunia. Menurut laporan dari Economist Intelligence Unit (EIU), setiap individu di Indonesia membuang sekitar 300 kg makanan per tahun, angka yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata global. Sementara itu, data dari Bappenas menyebutkan bahwa selama periode 2000-2019, Indonesia menghasilkan sekitar 23-48 juta ton sampah pangan per tahun. Nilai tersebut setara dengan memberi makan 61-125 juta orang (29- 47% penduduk Indonesia) dengan kerugian ekonomi men capai Rp 213-551 triliun/tahun.

Sampah makanan pada tahun 2019 berkontribusi besar terhadap produksi gas metana, yang merupakan salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca. Sampah makanan juga menyumbang beban signifikan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA), di mana lebih dari 50% sampah yang masuk ke TPA adalah sampah organik, termasuk makanan. Sementara itu menurut Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2019 Kota Surakarta menerima lebih dari 260 ton sampah per hari dimana sekitar 50-60% dari total sampah kota adalah sampah organik, termasuk makanan.
Sebagai bentuk keseriusan terhadap permasalahan sistem pangan, pada tahun 2020 Kota Surakarta telah menandatangani deklarasi dalam Pakta Milan dan Glasgow Food and Climate sebagai Kota Cerdas Pangan. Melalui deklarasi tersebut Kota Surakarta bercita-cita menciptakan kebijakan sistem pangan perkotaan yang menanggulangi dampak perubahan iklim dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Deklarasi Kota Cerdas Pangan mencakup pencapaian 6 pilar tata kelola bidang pangan yang meliputi: pola makan dan gizi berkelanjutan, keadilan sosial dan ekonomi, produksi pangan, pasokan dan distribusi pangan dan pengelolaan sampah pangan. Untuk mencapai Kota Cerdas Pangan dalam 10 tahun terakhir, terdapat tahapan pencapaian yang ingin diwujudkan. Tahap tersebut diupayakan dalam 4 tahapan hingga tahun 2032. Tahap 1 dengan penguatan kebijakan dan kelembagaan pangan. Tahap 2 dengan penerapan pengelolaan sistem pangan perkotaan dan pengelolaan limbah pangan. Tahap 3 dengan pengembangan pengelolaan sistem pangan perkotaan dan pengelolaan limbah pangan. Tahap 4 dengan pencapaian pengelolaan sistem pangan perkotaan dan pengelolaan limbah pangan.

Sebagai upaya pencapaian Kota Cerdas Pangan tersebut, pada tahun 2022 menyusun peta jalan dengan 5 strategi utama diantaranya 1) Kota Cerdas Pangan Untuk Kebijakan dan Kelembagaan Pangan Kota Surakarta. 2) Kota Cerdas Pangan dalam Peningkatan akses ketersediaan dan distribusi pangan. 3) Kota Cerdas Pangan dalam Peningkatan pola makan dan gizi berkelanjutan. 4) Kota Cerdas Pangan dalam Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan. 5) Kota Cerdas Pangan dalam Adaptasi perubahan iklim terhadap ketahanan pangan.
Dalam mendukung tercapainya cita-cita tersebut Pemerintah Kota Surakarta kemudian menyusun komite Kota Cerdas Pangan yang melibatkan multi stakeholder melalui SK Walikota No. 501.05/99.1 tahun 2023. Dari komite telah menyusun peta jalan dari Kota Cerdas Pangan tersebut.
Kolaborasi dilakukan mulai dari menjalin kesepakatan dengan organisasi masyarakat, swasta, pemerintah, media, hingga perusahaan makanan. Gita Pertiwi sebagai NGO yang bergerak dalam isu lingkungan dan pangan di wilayah urban dan peri-urban menjadi salah satu bagian dari komite Kota Cerdas Pangan di Kota Surakarta. Selama 2023 hingga 2024, Komite Cerdas Pangan rutin melakukan diskusi tematik yang berkaitan dengan sistem pangan perkotaan. Inisiasi diskusi ini tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga diinisiasi oleh Gita Pertiwi.
Dalam menjaga kosistensi Kota Cerdas Pangan Monev pertama kali dilakukan pada bulan Mei 2024 untuk mereview peran dari komite cerdas pangan. Melalui monev tersebut didapatkan sinkronisasi indikator pada roadmap Kota Cerdas Pangan dengan indikator pada RAD Pangan dan Gizi Kota Surakarta.
Hingga saat ini berbagai diskusi dan monitoring terus dilakukan. Gita Pertiwi dan Bappeda Kota Surakarta pada 19 November 2024 jug telah menyelenggarakan monev lanjutan untuk menindaklanjuti strategi utama dalam peta jalan Kota Cerdas Pangan dengan indikator yang telah ditetapkan dan merefleksi peran dari komite cerdas pangan. Monev Kota Cerdas Pangan diikuti oleh berbagai lembaga seperti BAPPEDA Kota Surakarta, staff ahli Kota Surakarta bidang Kemasyarakatan dan SDM, Brida, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, DLH, Dinsos, Disdag, DP3AP2KB, PPJI, UTP, UNS, Carefood dan beberapa stakeholder lainnya.
Setelah mengkritisi banyak soal indikator dan output dari 5 strategi peta jalan kota cerdas pangan didapatkan hasil diantaranya perlu menentukan target kuantitatif sesuai dengan target nasional. Seperti pada strategi 1 target pengelolaan susut dan sisa pangan selaras dengan peta jalan BAPPENAS adanya pengurangan susut dan sisa pangan sebesar 50% pada tahun 2030 dan 75% pada tahun 2045. Untuk mengurangi timbulan sampah perlu diterapkan pilah sampah dari sumbernya dan pembatasan plastik sekali pakai. Disisi lain, pendampingan dalam meningkatkan keterampilan, permodalan, dan sarana urban farming kedepan perlu peningkatan.
Pada strategi 2 untuk meningkatkan akses ketersediaan dan distribusi pangan perlu diperkuat dengan sosialisasi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman pada sasaran rumah tangga. Begitu pula pada strategi 3 untuk mencapai pola makan dan gizi berkelanjutan penting dalam pengaturan distribusi pangan dengan pengawasan pangan. Adanya program makan bergizi gratis di sekolah akan membutuhkan suplai pangan di Kota Surakarta sehingga dapat memfungsikan akses distribusi pangan sehat dengan kerjasama dengan Peri Urban.
“Program makan bergizi gratis Bersama di sekolah berpotensi adanya kenaikan harga sehingga dibutuhkan jaminan suplai pangan yang pasti. Solusinya dengan menjalin kerjsama petani urban dan peri urban dalam meningkatkan suplai pangan sehat.” Ujar Titik Eka Sasanti (Direktur Program Gita Pertiwi)
Selanjutnya pada strategi 4, untuk menjamin mutu dan keamanan pangan akses pangan yang beredar perlu diawasi tidak hanya pada jajanan anak, tetapi semua makanan yang beredar. Pengawasan tidak dilakukan dari mulai produksi (bahan baku dan sarana yang digunakan) hingga proses distribusi. Selain itu, perkembangan UMKM juga penting untuk diberikan pendampingan tentang keamanan pangan. Sedangkan pada strategi 5, sesuai prinsip hierarki sampah pangan dengan pengelolaan sampah organic untuk produksi pangan sehat. Selain itu, dilakukan peningkatan jumlah dan peran bank sampah dalam mengelola sampah organik dan anorganik serta penguatan pemulung TPA Putri Cempo. Selain itu, Staf ahli Walikota bidang Kemasyarakatan dan SDM Kota Surakarta yaitu Francisco Amaral banyak memberikan apresiasi dan masukan untuk peta jalan kota cerdas pangan. Untuk mempercepat pencapaian tujuan Francisco menjelaskan bahwa indikator dalam dokumen perlu diperkuat dengan kondisi saat ini yang relevan. Selain itu, penting untuk melakukan review SK komite kota cerdas pangan untuk memetakan peran OPD dalam keberjalanan kota cerdas pangan.