Gita Pertiwi Berhasil Kelola 4 Ton Pangan Sisa Konsumsi Masyarakat Solo
Menjadi Lebih Bermanfaat

Gita Pertiwi – Sebanyak 4 ton pangan sisa konsumsi masyarakat solo telah dikelola Gita Pertiwi pada bulan Mei 2024. Dari 4 ton tersebut 1,1 ton pangan masih layak konsumsi terselamatkan dengan menyalurkan secara free kepada warga yang membutuhkan seperti panti asuhan, pemulung, pejuang jalanan, petugas kebersihan jalan, dan warga kurang mampu lainnya. Sedangkan 3 ton pangan yang sudah menjadi sampah (tidak layak konsumsi) dimanfaatkan sebagai pakan ternak maggot dan ulat jerman.

Setiap manusia pasti memerlukan makanan sebagai salah satu kebutuhan pokok mereka untuk bertahan hidup. Tanpa asupan pangan yang cukup, tubuh manusia tidak dapat berfungsi dengan optimal, yang dapat mengakibatkan berbagai masalah Kesehatan bahkan kematian. Akan tetapi konsumsi yang berlebih dapat berakibat tidak hanya pada kesehatan tetapi juga berdampak pada lingkungan.

Daya konsumsi yang berlebih dan boros yang akhirnya akan menjadi sisa dan terbuang begitu saja dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian Bappenas, dengan boros makanan berdampak kepada perubahan iklim dapat menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK). Antara tahun 2000 hingga 2019, Indonesia menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 1,7 giga ton CO2e (karbon dioksida ekuivalen) hanya dari buang-buang makanan. Bahkan negara yang terkenal dengan keaneragaman hayati ini menjadi negara ke 2 yang suka boros-boros makanan.

Bappenas menjelaskan bahwa dari tahun 2000-2019 rata-rata makanan sebanyak 184 kg/kapita/tahun terbuang sia-sia. Padahal dengan nilai tersebut dapat memberikan makan siang gratis kepada 125 juta warga Indonesia yang kekurangan gizi.

Termasuk di Kota Solo yang terkenal dengan penghasil kuliner tradisional yang khas ini ternyata dilihat dari hasil riset tim Gita Pertiwi sampah pangan dari rumah tangga meningkat dari 0,49 kk/hari di tahun 2018 menjadi 0,73 kk/hari tahun 2021. Belum lagi sampah dari Horeka (hotel, resto, dan katering) yang mencapai 33% dari timbunan sampah pangan.

Data dari KLHK tahun 2023 menambahkan bahwa 61% dari 137.345,45 ton gunungan sampah di TPA Putri Cempo adalah sampah organik yang berdampak pada efek gas rumah kaca. Salah satu sebabnya kota Solo akhir-akhir ini menjadi lebih panas dari tahun-tahun sebelumnya.

Kondisi sampah pangan yang semakin tidak karuan tersebut menjadi pemicu Gita Pertiwi untuk maju menjadi aktor yang berupaya mengurangi timbunan sampah pangan. Dalam menjalankan misi tersebut Gita Pertiwi melakukan beberapa trobosan seperti penyelamatan pangan layak konsumsi melalui food sharing dan pemanfaatan sampah pangan untuk ternak.

Penyelematan sampah yang sudah dilakukan Gita Pertiwi saat ini melalui food sharing seperti adanya program bread rescue, etalase berbagi, food rescue, dan berbagi pangan. Keberhasilan food sharing dari Gita Pertiwi ini terlihat dengan terselamatkannya 1,1 ton pangan layak makan. Pangan tersebut dapat terkelola dengan baik melalui kolaborasi antar mitra Gita Pertiwi.

“Dalam penyelamatan pangan kami memiliki program seperti bread rescue yang bekerjasama dengan toko roti, food rescue itu nanti dari katering, etalase berbagi yang tersebar di 12 titik untuk mewadahi masyarakat yang memiliki pangan layak makan dapat dititipkan disitu sehingga ketika ada orang lewat yang butuh bisa ambil, dan berbagi pangan yang setiap bulan kami akan buka open donasi. Hingga bulan Mei lalu kami bisa mengelola lebih dari 1 ton pangan layak konsumsi” Jelas Dian salah satu tim program penyelamatan pangan di Gita Pertiwi.

Melalui program food sharing tersebut Gita Pertiwi dapat menyelamatkan lebih dari 1ton makanan layak konsumsi dari hotel, pasar, katering, masyarakat, dan toko roti. Jenis pangan yang terselamatkan bermacam-macam mulai dari sayuran ± 300 kg, paket nasi bungkus 721 kg, lauk pauk 30kg, roti 75 kg, dan beberapa bumbu dapur ± 3 kg. Dian mengatakan walaupun belum semua elemen Perusahaan makanan tercover untuk penyelamatan pangan, tetapi itu bisa menjadi awal mula membentuk kesadaran masyarakat agar stop boros pangan. Penyaluran makanan juga tidak sembarangan tetapi Gita Pertiwi bersama lembaga lainnya menyalurkan pangan berlebih kepada pihak yang benar-benar membutuhkan seperti panti asuhan, pejuang jalanan, dan pemulung sampah. Kami juga menggandengn komunitas anak muda yaitu Carefood untuk support kegiatan penyelamatan pangan berlebih.

Selain itu, Gita Pertiwi kelola 3 ton sampah organik di bulan Mei sebagai Upaya preventif timbunan dan pencemaran gas rumah kaca (GRK).

Gita Pertiwi melakukan kolaborasi pemanfaatan limbah organik untuk pakan maggot dengan Bank Sampah Gajah Putih dan TPS 3R. Sedangkan pemanfaatan sampah sayuran untuk ternak ulat jerman dilakukan bersama Kelompok Wanita Tani (KWT) Ngudi Makmur dan KWT Dahlia.

Sumber sampah oarganik dapur yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak tersebut bermacam-macam. Tidak hanya sampah rumah tangga saja tetapi sampah organik dari pasar, resto, hotel, katering, dan sisa hajatan terkelola dengan baik untuk pakan ternak maggot dan ulat jerman.

“Kita ambil pakan dari mana-mana mas yang sekiranya ada sisa makanan yang sudah basi itu. Ada dari hotel, catering, dari warga juga ada. Ada dari penjual roti juga yang sudah basi atau exp.” Jelas Basuki pengurus Bank Sampah Gajah Putih. Pada ternak maggot segala jenis sampah dapat terurai bahkan Basuki mengatakan maggot lebih suka makan sisa sampah organik yang sudah basi.

Sedangkan untuk ulat jerman Mamik menjelaskan untuk pakan 1 kandang ulat jerman dapat mengkonsumsi 50 kg sampah sayuran tergantung pada umurnya. Dalam budidaya ulat jerman pemanfaatan sampak organik lebih banyak menggunakan sayuran-sayuran. Sisa sayuran dari pasar dan pedagang sayur menjadi salah satu pilihan sampah yang dapat dikelola ulat jerman.

“Kalau ulat jerman berbeda dengan maggot, karena untuk pemanfaatan sampahnya hanya dari sayuran saja karena untuk memenuhi kebutuhan air ulat jerman ambil dari sayuran. Sedangkan untuk makanan yang basi itu bukan makanannya.” Jelas Mamik salah seorang pengurus KTW Dahlia.

Hingga pada bulan Mei 2024 ini Gita Pertiwi dapat mengelola pangan berlebih sebanyak 4 ton dari melalui kolaborasi dengan kelompok binaan. Sedangkan untuk pangan berlebih tersebut Gita Pertiwi juga berkolaborasi dengan dinas pemerintah Kota Surakarta untuk membuat kebijakan dan memberikan izin kepada lembaga produksi makanan agar dapat dikelola Gita Pertiwi.

“Pada bulan Mei lalu sebanyak 4 ton pangan berlebih bisa kami kelelola dengan berkolaborasi lewat kelompok-kelompok binaan Gita Pertiwi. 3 ton sampah organic dan 1,1 ton pangan layak konsumsi dapat kami selamatkan. Tujuannya dari mulai mencegah tumpukan sampah ke TPA dan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.” Jelas Dian salah satu tim food sharing Gita Pertiwi. Dian mengatakan hingga bulan Juli nanti Gita Pertiwi menargetkan dapat mengelola 15 ton food lose and waste yang ada di Kota Solo.

Share: