BENANG dalam TENUN
Siapa sangka masyarakat Indonesia, khususnya Klaten juga menjadi salah satu penghasil produk kerajinan tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang cukup besar. Alat manual yang sebagian besar menggunakan tenaga manusia sebagai penggeraknya. Produk tenun menjadi menarik ketika kita melihat rangkaian benang yang merupakan bahan bakunya menjadi satu kesatuan menjadi produk kain, selendang ataupun lap makan yang indah. Benang yang dipakai pun berbeda sesuai dengan jenis produknya. Dari mulai yang kasar sampai yang halus bisa dilihat produksinya. Kalau belum secara langsung melihat proses dari benang menjadi produk jadi mungkin kita sulit membayangkan, bagaimana benang bisa terangkai menjadi satu.
Ada istilah yang perlu kita ketahui dalam pertenunan yaitu benang lusi dan benang pakan. Benang lusi adalah benang yang pada kain tenun terletak memanjang kearah panjang kain. Dalam proses pembuatan kain, benang ini banyak mengalami ketegangan dan gesekan.
Oleh karena itu benang lusi harus dibuat sedemikian rupa dan kuat sehingga mampu untuk menahan tegangan dan gesekan. Untuk memperkuat benang lusi, maka jumlah antihannya harus lebih banyak atau benangnya dirangkap dan digintir. Apabila berupa benang tunggal, maka sebelum dipakai harus diperkuat terlebih dahulu melalui proses penganjian. Benang pakan adalah benang yang pada kain tenun terletak melintang ke arah lebar kain. Benang ini mempunyai kekuatan yang relatif lebih rendah daripada benang lusi.
Untuk produk kain lurik benang lusi biasanya dipakai benang catton 40/2 sedangkan benang pakan dipakai benang catton single 20 S atau 30 S. Secara fisik dapat dikatakan sebagai benang jahit juga/bolah. Sementara itu, jenis benang yang lain yakni ada polyester atau TC namun sebagian besar pengrajin di Cawas memakai 100% catton.
Beberapa hal yang menjadi kekhawatiran para pengrajin yakni dengan kenaikan harga benang katun, karena selama ini bahan baku kapas masih mendatangkan dari negeri tetangga yakni India dan Pakistan. Saat inipun harga masih labil, bahkan mengalami kenaikan yang cukup besar, sementara harga jual produk tidak sebanding dengan nilai bahan baku yang digunakan. (Anies)