“Satu Tindakan, Banyak Manfaat: Perangi Pemborosan Pangan Untuk Lingkungan Berkelanjutan”

Sampah di Indonesia semakin menjadi masalah yang serius. Bukan hanya jumlahnya tapi juga pengelolaannya. Bahkan sampah organik yang jumlahnya lebih dari 50% ternyata sebagian besar berasal dari pangan kita yang berlebihan.

Data KLHK membeberkan pada tahun 2023 Indonesia mencapai 17,651,898.96 ton timbunan sampah dan 41,1 % nya adalah sisa makanan. Rumah tangga dan aktivitas pasar (jual beli makanan) menjadi dua esensi yang bertanggung jawab dalam sampah pangan berlebih. Data menunjukan 38.3% sampah berasal dari rumah tangga dan 22.6% dari aktivitas pasar.

 Melihat ancaman dari pemborosan pangan tersebut Yayasan Gita Pertiwi dan Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah mencanangkan penguatan bagi kelembagaan pengelola sampah pangan berlebih. Kelembagaan ini nantinya berfungsi untuk mengedukasi, mengurangi serta mengelola pangan berlebih di kalangan masyarakat.

Menurut Titik Eka Sasanti Direktur Program Yayasan Gita Pertiwi pemborosan pangan berlebih ini berpotensi tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan menjadi penghasil emisi gas metan. Payung hukum terhdapap kelembagaan pengelola food loss juga penting untuk ditegakkan untuk keamanan aktivitas di masyarakat. “Penguatan kelembagaan ini penting untuk menyelamatkan indonesia dari banyaknya sampah pangan yang tidak terkendali. Pelembagaan berbagi pangan ini berfungsi untuk mengelola pangan berlebih yang berpotensi menjadi sampah dan menumpuk di TPA.”

Titik juga menambahkan selain mengelola sampah yang berlebih pelembagaan sampah pangan juga menjadi langkah yang tepat untuk mengedukasi masyarakat agar tidak menghamburkan makanan. Pihaknya sepakat pembekalan kepada produsen sampah di hulu memiliki peranan yang besar terhadap timbunan sampah pangan.

 “Pengelolan sampah pangan harus dimulai dari diri sendiri sehingga potensi Food Lost Waste (FLW) tidak meningkat dua kali lipat.”

Kelembagaan pangan berlebih juga perlu dipersiapkan lagi agar dapat mengelola makanan yang berasal dari sisa-sisa aktivitas konsumsi.

“Harus jelas siapa yang memberikan payung hukum dan bagaimana payung hukum atas kelembagaan berbagi pangan ini. harus ada kejelasan data mengenai pangan berlebih maupun sampah pangan. Definisi dari pangan berlebih, sampah pangan, dll” jelas salah satu audiensi dari Pergizi Jawa Tengah.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, Ir. Dyah Lukisari, M.Si juga mendukung terhadap penguatan kelembagaan tersebut dari sisi kebijakan hukum.

“Inisiasi yang dipayungi oleh Pergub dan dilegalisasikan dengan SK Gubernur hingga Penghargaan bagi pelaku food loss

Guna menangkap peluang tersebut, kelembagaan yang mengelola sampah pangan berlebih ini perlu segera diberikan payung kebijakan dari pemerintah. Sehingga sampah makanan yang layak konsumsi dapat dimanfaatkan kembali dalam aksi berbagi memberantas kelaparan di masyarakat. Sedangkan makanan yang sudah tidak layak konsumsi dapat diolah menjadi pupuk kompos maupun dalam budidaya maggot. Sehingga Upaya tersebut berdampak pada kehidupan masyarakat yang lebih ramah lingkungan dan sejahtera.

Share: