Pengendalian Alami Terhadap Hama Wereng
Selain cukup pupuk dan air, ada hal lain yang vital dan berpengaruh terhadap keberhasilan penanaman padi yakni keberhasilan pengendalian hama tanaman salah satunya wereng. Berbicara tentang wereng, tentu semua petani mengetahui besarnya ancaman yang disebabkan oleh hama yang satu ini. Tidak jarang, petani harus menanggung kerugian yang cukup banyak. Jelas sekali bahwa wereng termasuk momok penyebab kegagalan panen padi. Seringkali, petani beralih pada penggunaan pestisida kimia untuk memberantas hama-hama tersebut. Namun, tepat dan bijakkah tindakan tersebut? Padahal pestisida kimia tidak hanya mampu membunuh wereng tetapi juga berbahaya bagi manusia. Inilah yang kemudian mendorong para petani untuk kembali menggalakkan penggunaan pestisida nabati atau alami.
Selama ini pengendalian wereng coklat perlu komprehesif, pengendalian cara pestisida adalah cara terakhir. Pengembangan musuh alami dan pengelolaan ekosistem termasuk penggunaan benih padi yang tepat menjadi kuncinya. Hal inilah yang digeluti oleh LSM Gita Pertiwi melalui pelatihan pembuatan pestisida nabati diperuntukkan pada petani Desa Karang Lo, Kecamatan Polanharjo, Klaten. Dengan pestisida nabati maka ketergantungan petani terhadap pestisida kimia untuk mengendalikan jumlah hama wereng dapat dikurangi. Lalu, seberapa sulitkah untuk membuat pestisida alami? Ternyata cukup mudah dan murah. Bahkan bahan pembuatannya menggunakan sekam jerami. Artinya para petani bisa memanfaatkan sekam jerami yang ada sehingga tidak terbuang dengan percuma. Caranya, sekam jerami tersebut disuling dan hasilnya pun disemprotkan pada tanaman padi. Uji coba pengaruh pestisida botani itu pun telah dilakukan pada produksi padi para petani dengan menggunakan air sekam cair dan asap tempurung kelapa. Untuk memperoleh sekam maupun tempurung kelapa pun relatif mudah.
Pada uji coba pertama yang dilakukan dari 15 April 2014 dan berakhir pada akhir April 2014 telah menghasilkan produksi bio pestisida Asap Sekam cair (BAS) sebanyak 36, 75 liter dimana rata-rata 14 sekam per produksi per 12 jam mampu menghasilkan 2,5 liter BAS. Proses yang sudah dilakukan tersebut tidak hanya diuji di lapangan tetapi juga diuji di laboratorium. Hasilnya pun cukup membantu untuk mengatasi hama wereng meskipun belum optimal.
Melalui proses pelatihan pembuatan BAS tersebut, para petani tidak hanya bisa membuat pestisida sendiri untuk mengatasi wereng. Namun para petani bisa memanfaatkan sisa-sisa panen berupa sekam padi menjadi lebih bermanfaat. Tidak hanya mampu mengendalikan hama wereng tetapi juga mampu meningkatkan hasil panen. Selain itu pengetahuan para petani juga lebih bertambah. Tidak lagi mengandalkan barang-barang kimia termasuk pestisida dan pupuk. Tetapi sudah mulai mengandalkan barang-barang lokal dan alami yang mudah diperoleh.
Program pelatihan yang dilakukan secara bertahap dengan menyesuaikan kebutuhan maupun kemampuan para petani membuat program tersebut mudah dipahami. Para petani pun lebih mudah mengikuti dan menerima setiap instruksi. Penerapan pelatihan yang dilakukan langsung di lapangan atau lahan pertanian lebih memudahkan para petani untuk melihat hasilnya. Setiap hasil yang diperoleh tersebut kemudian bisa dibandingkan dengan proses yang dilakukan sebelumnya. Hal inilah yang membuat para petani lebih mudah menerima pelatihan yang diberikan. Apalagi jika didukung dengan pengembangan para akademisi misalnya dari perguruan tinggi atau pemerintah.