Asal Usul Pangan Sehat

TALK SHOW GITA PERTIWI & RRI Programa 1 FM 105.5 MHz

Jumat, 24 Februari 2012

Petani kita sudah terlanjur memiliki mainset bahwa untuk menghasilkan produk-produk pertanian berarti harus gunakan pupuk dan pestisida kimia. NPK yang antara lain terdiri dari Urea, TSP dan KCL serta pestisida kimia pengendali hama sudah merupakan kebutuhan rutin para petani kita, dan sudah dilakukan sejak 1967 (masa awal orde baru) hingga sekarang.

Produk hasil pertanian mencapai puncaknya pada tahun 1984 pada saat Indonesia mencapai swasembada beras dan kondisi ini stabil sampai dengan tahun 1990-an. Capaian produksi padi saat itu bisa 6 — 8 ton/hektar.
Petani kita selanjutnya secara turun temurun beranggapan bahwa yang meningkatkan produksi pertanian mereka adalah Urea, TSP dan KCL, mereka lupa bahwa tanah kita juga butuh unsur hara mikro yang pada umumnya terdapat dalam pupuk kandang atau pupuk hijau yang ada disekitar kita, sementara yang ditambahkan pada setiap awal musim tanam adalah unsur hara makro NPK saja ditambah dengan pengendali hama kimia yang sangat merusak lingkungan dan terutama tanah pertanian mereka semakin rusak, semakin keras dan menjadi tidak subur lagi.

Sawah-sawah kita sejak 1990 hingga sekarang telah mengalami penurunan produksi yang sangat luar biasa dan hasil akhir yang tercatat rata-rata nasional hanya tinggal 3, 8 ton/hektar (statistik nasional 2010). Tawaran solusi terbaik untuk para petani Indonesia agar mereka bisa tersenyum ketika panen, maka tidak ada jalan lain, perbaiki sistem pertanian mereka, ubah cara bertani mereka, mari kita kembali kealam.

System of Rice Intensification (SRI) yang telah dicanangkan oleh pemerintah (SBY) beberapa tahun yang lalu adalah cara bertani yang ramah lingkungan, kembali kealam, menghasilkan produk yang terbebas dari unsur-unsur kimia berbahaya, kuantitas dan kualitas, serta harga produk juga jauh lebih baik. Tetapi sampai kini masih juga belum mendapat respon positif dari para petani kita, karena pada umumnya petani kita beranggapan dan beralasan bahwa walaupun hasilnya sangat menjanjikan, tetapi sangat merepotkan petani dalam proses budidayanya. Selain itu petani kita sudah terbiasa dan terlanjur termanjakan oleh system olah lahan yang praktis dan serba instan dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga umumnya sangat berat menerima metoda SRI ini. Masih perlu waktu agar petani bisa melihat tetangganya berhasil menerapkan metode tersebut.

Asupan pupuk kimia dan pestisida yang menjadi tumpuan kegiatan pertanian modern, saat ini menjadi sorotan tajam berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Sisa-sisa pestisida tidak hanya menempel tetapi juga meresap ke dalam hasil pertanian seperti sayuran sehingga tidak hilang ketika dicuci bahkan dengan air mengalir sekalipun. Cemaran ini jelas mengancam kesehatan keluarga kita. Hal yang sama terjadi pada bahan pengawet dan penambah rasa pada makanan olahan industri.

Pertanian Organik (Budidaya Tanaman Sehat)

Pangan sehat dapat kita usahakan melalui budidaya organik tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sintetik buatan pabrik. Budidaya organik adalah proses pertanian yang dilakukan secara alami dengan memanfaatkan sumber daya lingkungan, termasuk menjaga keseimbangan ekosistem dan lahan. Sumber daya lingkungan yang dimaksud adalah potensi petani dalam mengolah lahan pertanian secara terpadu dengan keragaman tanaman dan ternak sehingga dapat dikelola secara berkelanjutan. Dari proses seperti ini akan terjadi suatu siklus yang saling menguntungkan antara tumbuhan dan hewan juga keterlibatan manusia sebagai pelaku usaha.

Tumbuhan dapat memanfaatkan sampah dan kotoran hewan untuk menunjang pertumbuhannya. Hewan dan manusia dapat memanfaatkan hasil tumbuhan untuk menunjang kehidupannya. Budidaya secara alami dikelola tanpa adanya asupan kimia untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Kearifan lokal petani dalam menentukan pola tanam menjadi andalannya. Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman diberikan pupuk kandang dari kotoran ternak dan kompos dari pengolahan sampah hijau/organik. Hama penyakit tanaman dikendalikan dengan cara rotasi tanaman dan keragaman tanaman serta pelestarian musuh alami. Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pangan yang dihasilkan melalui bertani secara alami mengandung nilai gizi, rasa dan tingkat keamanan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan pola pertanian konvensional yang banyak menggunakan bahan-bahan kimia di dalam pupuk dan pestisidanya (Jaker PO, 2009).

Bertanam padi organik pada dasarnya sama saja dengan bertanam padi secara konvensional atau non organik. Jenis padi yang ditanam pun boleh apa saja, misal kelas aromatik (pandan wangi, mentik, gilirang, dll). Bisa juga menggunakan varietas unggul seperti IR64, Cisadane, Memberamo, dll. Bahkan padi dalam (umur panen rata-rata 6 bulan) dan padi hibrida pun dapat diusahakan menjadi padi organik. Perbedanya adalah pada pertanian organik Memakai pupuk organik dan tidak memakai pupuk kimia, tidak memakai pestisida dan herbisida kimia

Namun ada beberapa pihak misalnya Jaker PO yang memberikan persyaratan berbeda untuk pertanian organic, diantaranya yaitu bibitnya bukan dari hasil rekayasa genetika dan tidak menggunakan bibit hibrida. Mereka memandang kalau masih menggunakan bibit hibrida sebatas sebagai pertanian sehat tanpa bahan kimia.

Dalam bertanam padi secara organik, pupuk yang digunakan sebagai sumber hara berasal dari pupuk organik seperti : kompos, pupuk kandang, atau sisa tanaman (jerami) yang dibenamkan ke tanah. Kelebihan pupuk organik adalah berperan dalam mengembalikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sementara untuk mengendalikan hama, penyakit, gulma (tanaman pengganggu / rumput) dilakukan secara manual atau dengan menggunakan pestisida dan herbisida alami.

Komponen utama pertanian organik adalah memanfaatkan limbah pertanian untuk proses daur ulang digunakan sebagai pupuk tanaman. Termasuk juga sistem pengolahan tanah yang berasaskan konservasi, pergiliran tanaman, memanfaatkan tanaman penutup tanah, pemeliharaan ternak, dan analisis tanaman, maupun uji tanah. Selain itu juga menghindarkan penggunaan pestisida/insektisida maupun pupuk kimia serta bahan agrokimia lainnya.

Pada umumnya dalam melakukan budidaya padi organik, para petani tidak langsung mengubah sistem, tetapi secara bertahap. Pada musim pertama, para petani masih mengaplikasikan pupuk kimia (Urea, TSP, KCl) sesuai anjuran, tanpa pestisida/herbisaisda. Namun sudah mulai ditambah kompos. Kombinsi ini dipertahankan sampai pada musim tanam kedua.

Memasuki musim tanam ketiga dan keempat, pemakaian pupuk kimia diturunkan. Sedangkan penggunaan kompos dinaikkan menjadi 2 ton per hektar. Dan pada musim tanam ke lima dan keenam aplikasi pupuk kimia diharapkan bisa ditinggalkan atau maksimal 10 %. Pemakaian kompos ditambah menjadi 2.5 – 3 ton/ha. Untuk pengelolaan dan pengendalian gulma (tanaman pengganggu / rumput) misalnya dengan cara manual misalnya dengan cara dicabuti dan dikembalikan di antara barisan tanaman. Gulma ini menjadi bagian dari bahan pupuk organik.

Sementara itu untuk mengendalikan hama penyakit dengan mengembangkan keragaman ekosistem melalui pergiliran tanaman, atau mengaplikasikan biopestisida. Bertanam padi secara organik tetap menguntungkan. Saat ini harga gabah kering panen untuk padi organik rata-rata selisih Rp. 200,- per kg dibandingkan padi konvensional. Selain itu kesuburan lahan dan kelestarian ekosistem dapat terjaga, poin ini yang tiada ternilai.

Cara untuk mendapatkan beras organikpun sekarang ini lebih mudah karena semakin banyaknya petani yang mulai menyadari akan pentingnya kelestarian ekosistem sekaligus adanya tuntutan untuk melakukan efisiensi usaha pertanian. Salah satu distributor beras organic yang ada di Solo adalah Koperasi Gita Sejahtera yang beralamatkan di Jl. Baturan, Colomadu, Solo. Sebelah barat kantor kelurahan baturan.

But https://goldessayclub.com as major research universities began to multiply in the 1920s and 1930s, the ph
Share: