Meningkatkan Keanekaragaman Sumber Protein Nabati Masyarakat dengan Konservasi Tanaman Koro-Koroan (kacang-kacangan lokal di lahan kering)

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. UU No 18/2012 tentang Pangan telah memandatkan Indonesia harus mencapai kondisi Ketahanan Pangan. Ketahanan Pangan dimaknai sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Program Koro, merupakan salah satu strategi untuk mencapai ketahanan pangan, khususnya terpenuhinya protein (nabati) bagi masyarakat di pedesaan, khususnya perempuan dan anak-anak.
Program “Meningkatkan Keanekaragaman Sumber Protein Nabati Masyarakat dengan Konservasi Tanam Koro-koroan (kacang- kacangan lokal) di lahan kering”, merupakan program pertanian terpadu di Kabupaten Wonogiri bekerjasama dengan GEF SGP (Global Environment Facility Small Grants Programme – UNDP). Program ini dilakukan dalam kurun waktu 18 bulan (Pebruari 2012 – Agustus 2013). Lokasi program tersebar di 5 desa di 4 kecamatan di Kabupaten Wonogiri, yaitu (1) Desa Jatiroto, Kecamatan Giritontro, (2) Desa Tirtosuoro, Kecamatan Giriwoyo, (3) Desa Tegiri dan Kelurahan Selopuro, Kecamatan Batuwarno dan (4) Desa Banyakprodo ,, Kecamatan Tirtomoyo
Program ini fokus pada 6 hal yaitu (1) Standart kualitas koro dan harga koro dengan pedagang, (2) Perbaikan pasca panen koro : olahan makanan, packing dan labeling dan proses PIRT, (3) Forum petani akhir musim, (4) Dokumentasi dan publikasi cerita sukses (5) Monitoring dan evaluasi untuk melihat status pencapaian kegiatan dan keberhasilan program dan (6) Exit strategi untuk upscalling program/memperbesar dampak program.
Sampai Agustus 2013, tujuan dan target-target yang ditetapkan di awal program sudah tercapai, bahkan dari segi lokasi, jumlah penerima manfaat melebihi dari target awal. Semula program ini hanya ditargetkan di 5 desa yang tersebar di kecamatan. Realitanya program ini berkembang di 6 desa yang tersebar di 4 kecamatan. Pendampingan 8 kelompok yang tersebar di 6 desa di 4 kecamatan merupakan kegiatan yang rutin dilakukan. Selain memperbaiki budidaya, forum ini juga memperbaiki pasa panen koro dan proses pengolahan koro menjadi berbagai makanan olahan. Hasil dari kleompok yang menjadi dasar pembahasan pada forum bersama tentang standart dan harga koro. Bertitik tolak dari standart benih koro yang sudah disusun, maka diperlukan pula standart koro untuk kualitas konsumsi. Tujuan dari forum ini adalah untuk merintis mekanisme pemasaran koro yang adil dan menguntungkan, baik dari produsen maupun konsumen. Standart yang disusun bukan hanya untuk koro mentah (biji), tetapi juga untuk produk olahan berbahan baku koro (standart pengolahan yang aman dan sehat). Hal ini disepakati dalam bisnis meeting pada bulan Juli 2013.
Meskipun semester tiga ini merupakan akhir kerjasama dengan SGP, bukan berarti berakhir pula kegiatan di lapangan. Justru di akhir kerjasama dilakukan proses evaluasi yang menyeluruh untuk memetakan perubahan utama (sukses) yang terjadi. Cerita sukses ini dikemas dalam bentuk film, buku, leaflet dan pusat belajar, yang akan digunakan sebagai sarana promosi dan kampanye untuk memperbesar dampak program. Promosi dilakukan di forum petani, ke dinas terkait (pertanian, kesehatan, kehutanan) , Perguruan Tinggi dan private sektor.
Banyak pihak yang tertarik untuk terlibat dalam pengembangan program konservasi koro ini, seperti UNIKA Soegiyopranoto dengan Model Pengabdian Masyarakat, PT Martina Bertho untuk pemberdayaan petani perempuan dan Konpasera (Konsumen Pangan Sehat Surakarta) untuk pemasaran aneka snack koro. Di sisi lain meskipun proses SPP-IRT belum berhasil mendapatkan nomor, tetapi Bupati Wonogirisudah menyusun draft Perbub agar para penguaha yang masuk kategori mikro dan kecil dipermudah mengurus perijinan usaha dan sertifikasi.

Share: